Bab 3: Sahabat Lama, Cerita Baru
Waktu terus berjalan, dan meskipun jarak memisahkan, ikatan hati tak pernah pudar. Setelah sekian tahun berpisah karena pekerjaan dan kesibukan masing-masing, Upin dan Ipin akhirnya merencanakan reuni kecil bersama teman-teman masa kecil mereka di kampung Durian Runtuh.
Suatu sore yang cerah, Upin menerima pesan di ponselnya dari Ehsan:
“Bro, balik kampung minggu ni! Kita semua rindu weh. Fizi pun dah balik cuti dari luar negeri!”
Seketika wajah Upin berseri. Sudah lama ia tak mendengar kabar dari teman-teman lamanya itu. Ia segera mengabarkan kabar gembira itu pada Ipin yang sedang sibuk di ladang sayurnya.
“Eh, betul ke? Lama dah kita tak jumpa diorang. Jom la balik, Pin!” seru Ipin sambil tersenyum.
Reuni di Kampung Durian Runtuh
Hari yang ditunggu pun tiba. Suasana kampung masih sama—hijau, damai, dan penuh kenangan. Warung Tok Dalang kini dikelola oleh anak angkatnya, tapi aroma teh tariknya tetap menggoda seperti dulu.
Ehsan, Fizi, Mei Mei, Mail, dan Jarjit sudah berkumpul lebih dulu di bawah pohon rambutan tempat mereka dulu sering bermain. Mereka tertawa lepas, seperti tak ada jarak yang pernah memisahkan.
“Upin! Ipin! Lama betul korang tak balik!” seru Mail sambil menepuk bahu mereka.
“Biasalah, kerja, tanggungjawab…” jawab Upin dengan tawa kecil.
Jarjit pun tak mau kalah, meluncurkan pantunnya yang khas:
Kawan lama kini bertemu,
Gelak tawa bergema kembali,
Walau dewasa raut berubah,
Hati tetap budak kecil di sini!
Mereka semua tergelak. Tak ada yang berubah dari Jarjit—masih suka berpantun dan mencairkan suasana.
Mengenang Masa Kecil
Sore itu, mereka duduk melingkar sambil menikmati gorengan buatan Kak Ros yang masih lezat seperti dulu. Obrolan pun mengalir tentang masa kecil mereka: lomba layangan, mandi di sungai, atau saat Upin dan Ipin sering kena marah karena lupa kerja rumah.
Mei Mei yang kini menjadi dosen di kota bercerita, “Kalau bukan karena pengalaman belajar sama kalian, mungkin aku tak akan sekuat sekarang.”
Fizi menimpali sambil bercanda, “Aku pun belajar banyak — terutama dari kena marah sama Kak Ros!”
Semua tertawa keras. Namun di balik tawa itu, ada rasa haru yang sulit dijelaskan. Mereka menyadari, waktu telah mengubah banyak hal, tetapi persahabatan mereka tetap menjadi fondasi yang kokoh dalam kehidupan masing-masing.
Makna Sebuah Pertemuan
Malam menjelang, bintang bertabur di langit kampung. Upin memandang ke arah surau tua tempat dulu ia dan Ipin sering ikut solat berjamaah bersama Opah.
“Pin,” katanya lirih, “ingat tak dulu Opah selalu pesan, kawan sejati tu bukan yang selalu ada waktu senang, tapi yang tetap di hati walau jauh.”
Ipin mengangguk pelan. “Betul, Upin. Aku rasa malam ni, kita bukti kata-kata Opah tu.”
Ehsan yang mendengar percakapan itu menambahkan, “Kita semua dah dewasa, tapi Durian Runtuh ni tetap rumah kita. Persahabatan ni… takkan pernah tua.”
Semua terdiam sejenak, menikmati suasana yang penuh makna. Di langit, bintang berkelip seolah ikut tersenyum menyaksikan persahabatan abadi itu.
Pesan Bab 3:
Persahabatan sejati tidak diukur oleh jarak atau waktu, tetapi oleh ketulusan yang terus hidup di hati setiap orang. Upin, Ipin, dan kawan-kawannya telah membuktikan bahwa kenangan masa kecil bukanlah masa lalu, melainkan akar yang terus memberi kekuatan dalam perjalanan hidup mereka.
Komentar
Posting Komentar